MAWAS DIRI
Hal.
2/5
TUKANG MENGGAGAS
Orang miskin merasa ceiaka lalu menggagas kebahagiaan
orang kaya, Orang yang rendah derajatnya menggagas tinggi derajatnya, orang
yang tidak berkuasa menggagas berkuasa, jelek menggagas baik, curang menggagas
jujur, pemarah menggagas sabar, pemalas menggagas rajin dan sebagainya. Jadi
yang menggagas itu "si-merasa-celaka".
Gagasan itu cita-cita meskipun yang di cita-citakan
itu bermacam-macam, tetapi pada pokoknya mencari kebahagiaan. Jadi
si-merasa-celaka mencari kebahagiaan.
Si-merasa-celaka itu menelorkan bermacam-macam rasa
yang saling berlawanan. Bahagia dan celaka, baik dan buruk, ingin dan menahan
keinginan, sabar dan pemarah. Rasa-rasa yang berlawanan tersebut menimbulkan
pertentangan dalam batin sehingga menyebabkan orang merasa tidak tenteram.
Dalam pertentangan rasa yang berlawanan tersebut oreng
sering membela salah satu. Bila yang dibela kalah, orang merasa menyesal.
Misalnya bila orang membela si jujur dalam pertengkarannya dengan si curang.
Apabila si curang yang menang sehingga perbuatan
curang terlaksana, orang merasa menyesal. Demikian pula jika membela si jujur
sehingga perbuatan jujur terlaksana orangpun merasa menyesal.
Pada waktu orang membela salah satu rasa berlawanan
tersebut orang menyatukan dirinya dengan salah satu rasa. Pada waktu orang
menyatukan dirinya dengan rasa curang, orang merasa "aku si curang",
dan pada waktu orang menyatukan dirinya dengan rasa jujur, orang merasa
"aku si jujur". Oleh karena pertentangan rasa berlawanan tersebut,
orang sering menjadi bingung sehingga punya pendapat bahwa pertentangan rasa
berlawanan tersebut merupakan ujian hidup. Jika lulus, orang akan mendapat
karunia.
Demikian jika orang tunduk kepada rasa berlawanan.
Apabila orang tidak menyatukan dirinya dengan salah satu, orang akan dapat
meneliti rasa berlawanan tersebut sampai kepada sumbernya yaitu
si-merasa-celaka. Si merasa celaka itulah si tukang menggagas bahagia.
Pada waktu orang akan meneliti rasa celakanya sendiri,
orang akan bertemu dengan rasa benci terhadap rasa celakanya sendiri. Bila
benci kepada rasa celakanya sendiri, orang akan menutupi rasa celakanya sendiri
tersebut dengan mengidam-idamkan kebahagiaan. Bila usaha untuk menutupi
tersebut diketahui, rasa benci akan lenyap sehingga tidak akan menutupi lagi.
Bila rasa benci sudah lenyap orang akan bertemu dengan rasa senang terhadap
celakanya sendiri, yang menutupi untuk dapat melihat rasa celakanya sendiri dan
membela rasa senangnya itu. Dalam hatinya berkata: "Jika orang tidak
merasa celaka itu tidak ada kemajuannya, maka orang itu harus
berprihatin."
Jika rasa senang terhadap celakanya sendiri yang
menutupi itu diketahui, rasa senang tersebut lenyap sehingga orang dapat
melanjutkan meneliti rasa celakanya sendiri. Kemudian orang akan bertemu dengan
rasanya sendiri yang akan berusaha mengubah rasa celakanya sendiri. Selama ada
usaha untuk mengubah, orang tidak akan mengetahui rasa celakanya sendiri yaitu
si-tukang-menggagas.
Bila diketahui bahwa usaha mengubah rasa celakanya
sendiri itu menutupi, usaha itu akan lenyap sehingga orang akan jelas melihat
rasa celakanya sendiri yaitu "Aku Kramadangsa celaka".
Kramadangsa itu rasa namanya sendiri. Kalau namanya
Suta, orang merasa aku si Suta dan jika namanya Naya, orang merasa aku si Naya.
Apabila orang sudah merasa "Aku Kramadangsa celaka," maka dapatlah
orang meneliti rasa eelakanya sendiri.
Kemudian orang dapat menelusuri dirinya sendiri
mencari rasa celakanya. Apakah melarat itu celaka? Dan bagaimanakah celakanya
orang melarat? Apakah orang yang berpangkat rendah itu celaka? Apakah merasa
curang itu celaka? Apakah merasa pemarah itu celaka? Dengan diteliti cara
demikian rasa celakanya sendiri tidaklah ketemu.
Bila diteliti lebih mendalam lagi, akan diketemukan
bahwa rasa celaka tersebut hanyalah rasa yang tidak mau dalam keadaan lahir
atau batin yang sewajarnya, sekarang, di sini. Misalnya diri sendiri sekarang di
sini melarat, tetapi tidak mau, maka celakalah rasanya. Sekarang diri sendiri
pemarah, tetapi tidak mau, maka celakalah rasanya. Sekarang diri sendiri
curang, tetapi tidak mau, maka celakalah rasanya. Jadi celaka itu hanyalah:
"Sekarang di sini begini, aku tidak mau."
Jadi bahagia itu hanyalah: "Sekarang di sini
begini, aku mau." Jika sekarang di sini melarat atau kaya, aku mau,
bahagialah orang itu. Jika sekarang di sini merasa curang atau jujur, aku mau,
bahagialah orang itu. Jadi bahagia dan celaka itu tergantung pada diri sendiri.
Di sini akan menimbulkan kesulitan yang berupa
pertanyaan: "Jika demikian orang tidak mau berusaha." Kesulitan
tersebut timbul hanyalah karena kurang telitinya orang menelusuri diri sendiri.
Untuk jelasnya demikian. Kesulitan tersebut timbul
dari gagasan, yang menganggap bahwa orang dapat lepas dari berusaha. Jika
gagasan tersebut diketahui orang dapat melihat bah*a orang tidak mungkin lepas
dari berusaha. Maka lenyaplah kesulitan tersebut.
Jika orang mengerti bahwa bahagia atau celaka itu
hanyalah tergantung pada diri sendiri, orang akan dapat meneliti
gagasan-gagasan celaka yang masih hidup dalam diri sendiri dan dapat mengganti
gagasan tersebut menjadi potret. Misalnya gagasan demikian: "Isteriku ini
memang cerewet." Gagasan tersebut dapat diganti potret demikian:
"Isteriku ini memang setia kepada suami, meskipun aku sudah diberhentikan
dari jabatanku, ia tidak minta cerai, tapi hanya cukup sering mengomeliku
saja." Jika gagasan sudah diganti potret, orang merasa enak sebab gagasan
itu rasanya tidak enak sedangkan potret rasanya enak.
Bahagia dan celaka itu hanyalah soal mau atau tidak
mau. Agar lebih jelas perlu diberi contoh. Misalnya ada dua orang berjalan
bersama-sama dalam keadaan kehujanan. Yang satu mau, maka rasanya bahagia
sedangkan yang lain tidak mau, maka rasanya celaka. Jadi meskipun dua orang
tersebut dalam keadaan yang sama, tetapi yang satu menanggapi dengan mau dan
yang lain tidak mau. Maka bahagia dan celaka itu hanyalah persoalan mau tidak
mau.
Rasa mau sekarang di sini itu adalah rasa abadi. Di
sini ada kesulitan yaitu tentang rasa abadi dan pengertian abadi. Jika
kesulitan ini belum terpecahkan orang tidak dapat merasakan rasa abadi.
Pengertian abadi itu ialah; dahulu ada, sekarang ada
dan nanti pun tetap ada. Dahulu begitu, sekarang begitu dan nanti pun tetap
begitu. Waktu dapat dibagi menjadi dua macam yaitu waktu luar dan waktu dalam
(waktu jiwa). Waktu luar itu wujudnya seperti satu menit, dua menit, setahun,
dua tahun dan sebagainya.
Waktu jiwa itu wujudnya; tadi, kemarin, besok, dahulu
dan nanti. Kramadangsa hidup dalam waktu jiwa yaitu dahulu dan nanti. Maka
Kramadangsa tidak berani melihat diri sendiri sekarang di sini begini.
Kramadangsa tua itu biasanya sering hidup dalam waktu
dahulu, rasanya demikian. "Dahulu waktu aku masih muda dapat
begini-begini." Maka bila ditanya oleh cucunya: "Sekarang bagaimana
mbah?" Jawabnya mencari-cari alasan begini: "Kalau sekarang aku sudah
bobrok dan takut kedinginan." Demikianlah Kramadangsa tua hidup dalam
waktu dahulu.
Kramadangsa muda itu biasanya hidup dalam waktu nanti,
rasanya demikian: "Aku nanti akan begini begitu dan akan hebat." Maka
bila ditanya oleh neneknya, jawabnya mencari-cari alasan begini: "Kalau
sekarang jamannya memang tidak baik." Demikianlah Kramadangsa muda hidup
dalam waktu nanti.
Rasa abadi itu rasa sekarang-disini-begini, tidak
bercampur dengan rasa kemarin, besok, dahulu dan nanti. Misalnya orang sedang
berjalan di jalan besar dan akan ketabrak mobil, kemudian melompat menghindari.
Orang tersebut hanyalah merasa "Sekarang di sini aku melompat," tidak
dicampuri rasa kemarin atau besok.
Orang tersebut tidak sengaja merasa abadi, hanyalah
terpaksa oleh keadaan, yang harus diselesaikan tanpa berpikir panjang. Bila
rasa abadi tersebut diteliti maka akan diketemukan perhatian terpusat hanya
terhadap satu hal yaitu melompat. Perhatian terpusat itu adalah perhatian
bebas, maka rasa abadi adalah perhatian bebas terhadap salah satu hal tidak
tercampur dengan perhatian lain.
Bila mengerti bahwa merasa abadi itu dari rasa bebas,
dapatlah orang dengan sengaja merasa abadi. Tiap memusatkan perhatian terhadap
sesuatu, tentu merasa abadi meskipun yang diperhatikan tersebut barang yang
dapat dilihat ataupun dirasa. Rasa abadi dapat menghilangkan kesulitan yang berwujud
menyesal dan khawatir.
Bila rasa menyesal diperhatikan sepenuhnya dan
diteliti, tanpa senang dan benci, tanpa berusaha untuk mengubah, maka dapatlah
orang merasakan rasanya sehingga terlihat kejadiannya dan terlihat pula
sebabnya. Sesal adalah gagasan luka dalam hati, bila diperhatikan sepenuhnya
sampai selesai, sesal tersebut lenyap dan luka dalam hati akan sembuh.
Demikian pula rasa khawatir bila diperhatikan
sepenuhnya dan diteliti, tanpa senang dan benci, tanpa berusaha untuk merubah,
lenyaplah rasa khawatir tersebut. Jadi rasa abadi dapat melenyapkan rasa sesal
dan khawatir.
Kebalikan dari perhatian terpusat adalah perhatian
terpencar. Contoh perhatian terpencar misalnya, ketika sedang bepergian yang
diperhatikan rumahnya dan setelah di rumah yang diperhatikan tempat lain.
Perhatian terpencar itu menyebabkan orang tidak dapat selesai memikir salah
satu persoalan.
Yang menyebabkan perhatian tidak terpusat atau tidak
bebas adalah kesulitan yang belum dapat dipecahkan, meskipun orang itu merasa atau
tidak merasa. Kesulitan yang belum dipecahkan tersebut sering muncul untuk
minta diperhatikan. Maka orang yang mempunyai banyak kesulitan yang tidak
terpecahkan, perhatiannya selalu ditarik ke sana ke mari.
Kesulitan yang tidak terpecahkan itu adalah suatu
penyakit jiwa. Bila penyakit tersebut berat, menyebabkan orang tidak dapat
menerima pembicaraan orang lain. Jadi penyakit jiwa tersebut, menyebabkan orang
merasa sepi.
Bila kesulitan diperhatikan dengan sepenuhnya dan
diteliti sampai selesai, orang lantas merasa bebas perhatiannya, artinya orang
dapat memilih apa yang akan diperhatikan dengan bebas. Keadaan rasa bebas
memilih tersebut sehingga datangnya kesulitan baru. Jadi di antara selesainya
kesulitan dan datangnya kesulitan ada waktu yang kosong.
Dalam waktu tersebut orang dapat melihat hal yang
sesungguhnya atau keadaan sejati. Misalnya melihat burung terbang, orang
merasakan keindahannya, melihat rumput yang hijau merasa indah, melihat gunung
yang besar merasa agung dan sebagainya.
Kebalikannya, bila ada kesulitan yang belum selesai
orang tidak dapat melihat hal yang sesungguhnya. Misalnya melihat burung
terbang merasa iri, melihat gua ingin digunakan untuk bersembunyi, bertapa dan
sebagainya. Jadi waktu kosong antara dua kesulitan merupakan pengalaman
perhatian bebas.
Demikianlah "pangawikan pribadi" atau
"pengetahuan diri sendiri" dapat digunakan untuk memecahkan
kesulitan. Demikian pula orang dapat mengetahui diri sendiri mulai yang paling
dangkal sampai kepada yang dalam. Cara latihan untuk mengetahui diri sendiri
tersebut akan dlpaparkan pada halaman berikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar