FILSAFAT RASA HIDUP
Hal. 4/5
Pergaulan
Cara hidup
berkelompok ini mengharuskan orang bergaul dengan orang lain. Selain bergaul
dengan orang lain, orang pun bergaul dengan benda-benda. Maka dalam pergaulan
itu orang bergaul dengan orang lain dan dengan benda-benda.
Karena orang
memiliki pikiran, ia akan merasa enak dalam pergaulan bila ia mengerti sifat
dari pihak yang diajak bergaul. Bila ia mengerti sifat-sifat dari sesuatu yang
dihubunginya, ia akan merasa enak, karena tindakannya benar. Tetapi bila ia
tidak mengerti sifat tersebut, ia akan merasa tidak enak karena tindakannya
yang salah. Jadi rasa enak atau tidak enak, dalam hubungan ini hanyalah
berpangkal pada persoalan mengerti atau tidak mengerti.
Misalnya, bila
orang mengerti sifat api, ia akan merasa enak dan bebas berhubungan dengan api,
karena ia dapat bertindak benar. Bila tidak disengaja, ia tiba-tiba memegang
api sehingga terbakar tangannya, orang pun merasa enak. Rasa enak di sini tidak
berarti enak terbakar. Rasa terbakar tentu saja sakit. Tetapi enak di sini
berarti rasa tidak menyalahkan api. Jadi mengerti itu menimbulkan rasa merdeka.
Manusia hanya
dapat menguasai benda-benda yang ia ketahui dan mengerti sifat-sifatnya. Dengan
mengerti angin berikut sifat-sifatnya, orang dapat mempergunakannya untuk
menjalankan perahu layarnya, dan sebagainya. Oleh karena itu dapat dikatakan,
bahwa jenis manusia itu merajai dunia.
Begitu juga
dalam hubungan dengan orang lain, orang akan merasa enak bila ia mengerti sifat
orang lain itu. Untuk mengerti orang lain, lebih dulu. ia harus dapat menjawab
pertanyaan, "Manusia itu apa?" Manusia ialah benda hidup yang
mempunyai rasa. Rasa ini penting sekali bagi manusia, dan benda-benda hanyalah
untuk mengenakkan rasanya. Maka rasa itu ialah hakikat manusia. Bila ada
sesosok tubuh dengan kepala, badan, tangan, kaki, telinga, hidung, dan
lain-lain, tetapi tanpa rasa, maka itu bukan manusia lagi melainkan mayat.
Walaupun
manusia memiliki banyak macam rasa, namun pada umumnya rasa itu dapat dibagi
atas dua macam yang pokok, yakni rasa enak dan tidak enak. Supaya enak dalam
hubungan dengan orang lain, orang perlu mengetahui rasa orang lain. Karena
manusia selain berhubungan dengan benda juga berhubungan dengan rasa, maka bila
ia tidak mengerti rasa orang lain, ia tidak akan merasa enak dalam pergaulan
hidup.
Hubungan yang
tidak enak ini berupa perselisihan. Perselisihan secara berkelompok akan
menyebabkan perang. Jadi tidak mengerti rasa orang lain ini menyebabkan perang.
Cara perang itu bermacam-macam, tembak-menembak, maki-memaki, ejek mengejek, saling
membusukkan dan saling berprasangka buruk. Maka perang itu tidak hanya
tembak-menembak. Sebelum pecah perang, terlebih dulu orang saling memaki,
saling mengejek, saling membusukkan dan saling berprasangka buruk. Jadi perang
ialah perkembangan prasangka buruk. Dalam hal rasa, tembak-menembak dan saling
berprasangka buruk itu sama. Jadi saling berprasangka buruk sama dengan
tembak-menembak. Demikian macam-macam peperangan atau perselisihan. Perang itu
mutlak keliru dan jahat. Menang atau kalah, perang tetap keliru dan jahat,
karena manusia perlu melangsungkan hidupnya, sedangkan perang yang berwujud
tembak-menembak berarti bunuh-membunuh. Maka perang bertentangan dan berdosa
terhadap rasa hidup.
Bila diselidiki
dalam rasa kita sendiri, dapat ditemukan bahwa orang hidup tidak menginginkan
perang. Meskipun demikian, toh terjadi juga perang. Maka perang itu timbul dari
kebodohan, yang menyebabkan tidak terlaksananya tujuan hidup.
Kecuali berdosa
terhadap rasa hidup, perang juga berdosa terhadap pergaulan. Tujuan pergaulan
ialah untuk dapat merasakan enak bersama, tetapi perang menimbulkan rasa tidak
enak bersama. Maka perang berdosa pada rasa hidup dan pergaulan.
Perang atau
perselisihan itu disebabkan karena orang tidak mengerti rasa orang lain dalam
pergaulan. Bila orang mengerti rasa orang lain, perselisihan atau perang akan
lenyap. Jadi memberantas perang atau perselisihan harus dengan mengetahui atau
mengerti rasa orang lain.
Untuk
mengetahui dan mengerti rasa orang lain, rasa diri sendirilah yang menghalang-halangi.
Bila rasa diri sendiri yang menghalang-halangi itu tidak diketahui, orang tidak
mungkin mengetahui rasa orang lain. Jadi supaya bisa mengetahui rasa orang
lain, terlebih dulu orang harus mengetahui rasa diri sendiri yang menghalanginya
untuk mengetahui rasa orang lain.
Mengetahui rasa
diri sendiri ini dinamakan pengetahuan atau pengertian pribadi (bhs.
Jawa: pangawikan
pribadi). Pribadi atau diri sendiri di sini, dimaksud bukan
pribadi yang muluk-muluk, tetapi pribadi/diri sendiri yang merasa apa-apa,
menginginkan apa-apa, dan berpikir apa-apa. Jadi memberantas perang atau
perselisihan harus dengan pengetahuan/pengertian diri sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar