SEBAB DAN AKIBAT
Hal. 1/1
Sebab dan
akibat merupakan kelanjutan peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain yang
berurutan dalam dimensi waktu. Peristiwa yang pertama disebut sebab, dan
peristiwa berikutnya disebut akibat. Jadi peristiwa pertama dianggap
menimbulkan peristiwa berikutnya. Misalnya cangkir jatuh lalu pecah. Jatuh
dinamakan sebab, sedangkan pecah dinamakan akibat. Jadi si jatuh dianggap
menimbulkan si pecah.
Sebab dan
akibat adalah sesuatu yang abstrak, artinya tidak dapat ditangkap oleh
pancaindera. Yang dapat ditangkap oleh pancaindera adalah si jatuh dan si
pencah. Jadi sebab dan akibat tidak terdapat dalam barang (benda), tetapi
terdapat dalam pengertian atau rasa.
Oleh karena
yang dapat mengerti dan merasa adalah orang, maka sebab dan akibat terdapat
dalam orang. Jadi sebab dan akibat adalah rasa orang yang menghubungkan
peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain.
Jadi sebab dan
akibat adalah tindakan orang yang menyatukan peristiwa yang satu dengan
peristiwa yang lain. Jika demikian sebab dan akibat merupakan satu hal tetapi
wujudnya dua kejadian. Agar lebih jelas diberikan contoh sebagai berikut:
Misalnya buah
mangga jatuh di tanah kemudian tumbuh jadi pohon mangga. Melihat kejadian
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa di dalam buah mangga tersebut sudah ada
benih pohon mangga. Jika di dalam buah mangga tidak ada benih pohon mangga,
maka buah mangga tidak akan tumbuh menjadi pohon mangga. Pohon mangga jika
sudah dewasa menghasilkan buah mangga. Melihat kejadian tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa di dalam pohon mangga sudah ada benih buah mangga. Jika di
dalam tidak ada benih buah mangga, pohon mangga tidak dapat berbuah mangga.
Dalam peristiwa
tersebut di atas terjadi peristiwa silih berganti antara buah mangga, pohon mangga,
buah mangga, pohon mangga dan seterusnya. Apabila sebab dan akibat dikira dua
hal akan timbul pertanyaan, "Manakah yang lebih dulu buah mangga atau
pohon mangga?"
Jika orang
mengerti bahwa sebab dan akibat itu merupakan satu hal, maka dua kejadian tersebut,
yaitu buah mangga dan pohon mangga merupakan dua wujud yang sebetulnya satu hal
yaitu sebab dan akibat.
Jika sebab dan
akibat dikira merupakan dua hal, orang akan bingung, sebab orang akan menjadi
senang kepada akibatnya tetapi benci kepada sebabnya atau benci akibatnya
tetapi senang akan sebabnya.
Misalnya bab
kaya. Kaya yang dimaksud di sini bukan karena mendapat undian uang banyak atau
mendapat warisan banyak dari orang tua, tetapi dari hasil usaha sendiri. Kaya
adalah akibat yang disebabkan oleh karena rajin dan hemat.
Jika sebab dan
akibat dikira merupakan dua hal, maka orang akan senang menjadi kaya tetapi
benci kepada rajin dan hemat, atau mengejar kaya tetapi menghindari rajin dan
hemat.
Mengejar kaya
tetapi menghindari rajin dan hemat adalah cita-cita yang tidak mungkin
tercapai, sama halnya dengan kucing yang mengejar ekornya. Sama pula halnya
dengan benci dan menghindari miskin, tetapi senang dan mengejar malas dan
boros. Malahan malas dan boros itu menjadi cita-cita.
Cita-cita malas
itu dalam hatinya berkata, "Kalau aku kaya tidak akan bekerja." Rasa
demikian itu adalah rasa miskin. Meskipun kerja keras, tetapi jika rasanya
malas, orang hanya akan mengejar akibat, yaitu kaya dan merasa tidak senang
kerja keras.
Demikian pula
jika boros menjadi cita-cita. Boros adalah kebalikan dari hemat. Hemat berarti
memelihara barang-barang kebutuhan hidupnya dengan baik sedang boros berarti
memelihara barang-barang kebutuhan hidupnya kurang baik.
Rasa hemat
disebabkan karena mengerti kebutuhan hidup. Meskipun kaya, orang sering tidak
mengerti akan kebutuhan hidupnya sehingga salah menggunakan kekayaannya yaitu
dipergunakan untuk mencari kehormatan dan kekuasaan.
Jika
barang-barang digunakan untuk kehormatan dan kekuasaan, orang tidak merasa
cukup dan merasa miskin sebab orang akan berebutan barang-barang untuk
kehormatan dan kekuasaan. Jadi apabila barang-barang digunakan untuk kebutuhan
hidup, kebutuhan raga (jasmani), orang akan merasa cukup dan apabila digunakan
untuk kebutuhan jiwa, kehormatan dan kekuasaan, tidak akan merasa cukup.
Jadi rajin
adalah rasa senang bekerja tanpa mengharapkan akibatnya, sebab orang sudah
jelas akan akibatnya seperti seorang tukang kayu yang membuat meja dari kayu.
Jika semua sarana dan pengetahuannya sudah siap, tukang kayu tersebut segera
bekerja tidak mengharapkan akibatnya, sebab mengerti bahwa akibat dari
perbuatannya, meja tersebut tentu akan jadi.
Jika mengerti
bahwa sebab dan akibat merupakan satu hal, orang akan bebas dari rasa mengejar
akibat, seperti halnya orang makan tidak mengejar kenyang, sebab sudah mengerti
bahwa kenyang tentu akan terjadi jika makan banyak. Jadi kebebasan tersebut
terjadi karena mengerti.
Bebas dari rasa
mengejar akibat, menyebabkan orang melihat rasa sendiri yang mengejar akibat
dalam berbagai macam hal. Padahal rasa mengejar akibat tersebut menimbulkan
perang batin. Oleh karena itu perang batin akan lenyap jika rasa mengejar
akibat ketahuan sebelumnya.
Orang ingin
damai dan tidak bertengkar dengan orang lain. Jika tidak mengerti rasa bertengkar
atau rasa damai dan jika tidak mengerti bahwa sebab dan akibat merupakan satu
hal, orang akan mencari damai dengan cara kekerasan.
Mencari damai
dengan kekerasan inilah yang menyebabkan orang memaksa anaknya agar senang
damai dengan cara dimarahi atau dipukul, atau orang yang ingin damai dengan
orang lain dengan cara mengejek orang lain, atau golongan yang satu ingin damai
dengan golongan yang lain dengan cara mengancam, atau bangsa yang ingin damai
dengan bangsa lain dengan cara mengebom. Padahal memarahi, memukul, mengejek,
mengancam ataupun mengebom adalah bertengkar, bukan damai.
Demikianlah
juga orang bertengkar dengan pendapatnya sendiri atau yang dinamakan perang
batin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar