MAWAS DIRI
Hal.
5/5
CATATAN BENAR dan
CATATAN SALAH
Catatan harta benda sering salah. Harta benda berguna
untuk mencukupi kebutuhan hidup yaitu: makan, pakaian dan tempat tinggal. Jika
keliru, harta benda itu dipergunakan untuk mencari kehormatan dan kekuasaan.
Padahal kehormatan dan kekuasaan itu kebutuhan jiwa. Apabila harta benda
digunakan untuk mencukupi kebutuhan jiwa, orang merasa tidak cukup, walaupun
orang mempunyai berapa banyaknya harta benda, sehingga orang akan berebutan
harta benda.
Bila kita mengerti bahwa harta benda berguna untuk
mencukupi kebutuhan raga atau hidup, orang akan tenteram, karena mengerti bahwa
kebutuhan raga itu sedikit sekali. Harta benda untuk kebutuhan jiwa tanpa
batas, sebab untuk bersaingan. Bersaingan itulah yang menyebabkan orang menjadi
sewenang-wenang.
Bila harta benda digunakan untuk kebutuhan jiwa, maka
pekerjaan pun salah bila digunakan untuk bersaingan sehingga menyebabkan adanya
pekerjaan yang dianggap rendah, tinggi, halus dan kasar. Jadi bila terjadi
salah anggapan tentang pekerjaan maka akan ada pekerjaan bahagia dan celaka dan
ada tingkat (pangkat) pekerjaan.
Pekerjaan yang tingkatnya rendah disebut pekerjaan
celaka dan yang tingkatnya tinggi disebut pekerjaan bahagia. Itulah yang
menyebabkan orang berebutan tingkat tinggi. Demikian bila pekerjaan digunakan
untuk kebutuhan jiwa menyebabkan orang berebutan pekerjaan tinggi sehingga
menimbulkan perselisihan.
Bila orang mengerti bahwa pekerjaan itu digunakan
untuk kebutuhan raga, maka orang akan merasa tenteram. Bila rasa celaka muncul
dalam perasaan, orang akan melihat bahwa rasa celaka demikian adalah keliru,
maka lenyaplah rasa celaka tersebut. Demikian selanjutnya bila rasa celaka
muncul kembali.
Tiap kali celaka muncul, catatan salah tentang
pekerjaan yang menimbulkan rasa celaka tersebut menjadi benar. Bila catatan
pekerjaan yang menjadi unsur Kramadangsa sudah benar, Kramadangsa tidak lagi
merasa lebih tinggi atau kurang tinggi dengan orang lain dalam hal pekerjaan.
Apabila pekerjaan sudah tidak dibandingkan dengan orang lain, orang akan merasa
tenteram.
Catatan kehormatan menyebabkan orang marah bila dihina
dan tertawa bila dihormati. Jika orang tidak mengerti sifat unsur kehormatan
tersebut, orang akan mengharapkan tidak marah bila dihina, sebab marah itu
menyebabkan berselisih bila lahir menjadi perbuatan. Harapan agar tidak marah
tersebut menjadi menahan marah.
Marah yang ditahan itu tidak hilang marahnya, tetapi
hanya berganti rupa yang berwujud menggerutu, membicarakan orang lain dan
sebagainya. Orang sering lupa dengan marahnya sendiri yang sudah berganti rupa.
Bila orang tidak lupa dengan marahnya sendiri yang sudah berganti rupa dapatlah
melanjutkan meneliti marahnya sendiri sampai kepada sumbernya yaitu unsur
kehormatan yang dihina.
Catatan kehormatan sering pula salah. Wujudnya berupa
pengertian demikian: "Dihormati itu rasanya enak." Catatan kehormatan
yang salah tersebut menyebabkan orang berusaha mati-matian agar supaya
dihormati. Inilah yang menyebabkan orang berebutan kehormatan.
Catatan kehormatan benar, berwujud pengertian
demikian: "Hormat itu rasanya enak." Hormat itu rasanya enak, baik
hormat itu dari diri sendiri kepada orang lain maupun dari orang lain kepada
diri sendiri.
Bila mengerti bahwa hormat itu rasanya enak, orang
tidak usah menunggu dihormati oleh orang lain tetapi cukuplah menghormati orang
lain. Meskipun lahir atau tidak lahir menjadi perbuatan, menghormati itu
rasanya enak. Jadi enak dalam kehormatan itu pada diri sendiri tidak pada orang
lain.
Bila catatan kehormatan yang menjadi unsur Kramadangsa
sudah benar, orang dapat melihat dan tidak lupa kepada rasanya sendiri, bila
rasa minta dihormati muncul dalam perasaan. Bila rasa minta dihormati itu
ketahuan, tidak akan lahir menjadi perbuatan minta dihormati. Mengetahui diri
sendiri minta dihormati itu menyebabkan rasa tenteram. Mengetahui diri sendiri
minta dihormati itu berbeda dengan menahan diri, agar tidak kelihatan minta
dihormati. Menahan diri itu rasanya gelisah, takut dan tidak enak, sedangkan
mengetahui itu rasanya tenteram, tabah dan enak. Jadi menahan diri itu
mengandung rasa takut sedangkan mengetahui itu mengandung rasa tabah.
Catatan kekuasaan yang menjadi unsur Kramadangsa
dapat-pula benar dan salah. Bila catatan tersebut benar rasanya enak, sedangkan
Bila salah rasanya tidak enak. Jika Kramadangsa mati, orang akan dapat melihat
unsur kekuasaan tersebut.
Unsur kekuasaan ini menyebabkan orang menjadi benci
bila diganggu dan menjadi senang bila dibantu. Bila orang tidak mengerti unsur
kekuasaan tersebut orang akan mencari kekuasaan dalam masyarakat, sehingga
timbullah berebutan kekuasaan dalam masyarakat.
Cita-cita untuk mencari kekuasaan akan lahir menjadi
usaha agar ditakuti dalam masyarakat. Bila merasa ditakuti, orang merasa
berkuasa dan puas, sehingga orang berebutan agar ditakuti dan menakut-nakuti
dalam masyarakat.
Cita-cita mencari ditakuti di dalam masyarakat
dianggap cita-cita luhur. Anggapan terhadap hal tersebut dinyatakan dalam
ungkapan sebagai berikut: "Orang baru akan memperoleh kewibawaan bila
disegani aleh orang lain." Dalam ungkapan tersebut mengandung arti bahwa
kewibawaan seseorang itu bila dapat ditakuti atau menakut-nakuti orang lain.
Demikianlah wujud catatan unsur kekuasaan bila
diteliti. Bila penelitian dilanjutkan, akan terlihat bahwa catatan tersebut
salah. Untuk jelasnya seperti di bawah ini. Rasa mencari kekuasaan itu lahir
menjadi keinginan diturut atau dipercaya oleh orang lain. Orang menurut itu
terdorong oleh rasa takut ancaman atau harapan akan kebahagiaan. Maka usaha
untuk diturut atau dipercaya itu berupa ancaman atau janji yang berupa harapan
bahagia, sehingga timbullah dalam masyarakat ancaman-ancaman dan janji-janji.
Untuk menguatkan ancaman danjanji-janji tersebut orang mengadakan
kelompok-kelompok yang berselisih satu sama lain. Inilah yang menyebabkan
peperangan.
Demikian catatan unsur kekuasaan yang salah
menyebabkan tidak enak. Jika orang mengerti catatan tersebut salah, orang akan
dapat membetulkan seperti berikut: Orang ingin merasa enak dan menolak rasa
tidak enak. Tiap orang yang merasa tidak enak dan tidak mengerti bagaimana
caranya mendapatkan enak, akan bertanya kepada orang lain yang dianggap dapat.
Maka bila ada orang yang dianggap oleh orang banyak dapat mengenakkan orang
lain dalam salah satu hal, orang tersebut akan dipercaya oleh orang banyak.
Misalnya dukun, dokter, ahli negara, ahli jiwa dan sebagainya. Jadi dipercaya
orang lain itu, karena dapat mengenakkan. Catatan demikian itu benar. Maka
untuk dipercaya orang, hanyalah dengan mengenakkan orang lain.
Bila catatan unsur kekuasaan tersebut sudah benar,
orang dapat mcngetahui rasanya sendiri, rasa ingin dipercaya orang lain yang
tidak dengan cara mengenakkan orang lain pada waktu muncul dalam perasaan. Bila
rasa ingin dipercaya orang lain tersebut ketahuan sebelum lahir menjadi
perbuatan, rasa tersebut tidak akan lahir menjadi perbuatan. Kemudian orang
akan melihat apa yang harus dilakukan seketika itu, tanpa memikir panjang.
Tindakan demikian itu hasilnya sama enaknya.
Catatan keluarga yang menjadi unsur Kramadangsa dapat
benar dan dapat pula salah. Bila catatan itu benar, rasanya enak dan bila salah
rasanya tidak enak. Bila Kramadangsa mati orang akan dapat melihat unsur
keluarga tersebut.
Keluarga itu terdiri dari suami/isteri, anak yang
belum berkeluarga dan orang tua jompo yang jadi tanggungannya. Unsur keluarga
ini menyebabkan orang marah bila diganggu dan tertawa bila dibantu. Bila orang
tidak mengerti rasanya sendiri tentang hubungannya dengan anggota keluarga
lain, catatan keluarga tersebut salah.
Catatan keluarga salah menyebabkan perselisihan dalam
keluarga. Perselisihan dalam keluarga itu wujudnya ialah, orang bertengkar atau
bercerai dengan suami/isterinya, memarahi anaknya dan sebagainya. Jadi heboh
dalam keluarga itu disebabkan dari tidak mengerti rasanya sendiri atau dirinya
sendiri.
Jadi ketenteraman keluarga itu tergantung kepada
pengertiannya tentang diri sendiri. Pengertian diri sendiri dalam keluarga
adalah mengetahui hubungan diri sendiri dengan anggota keluarga lainnya. Bila
orang mengetahui hubungannya dengan anggota keluarga lainnya, catatan keluarga
menjadi benar.
Orang sering ditipu oieh diri sendiri yang merasa
cinta kepada suami/isterinya. Rasa cinta di sini dimaksudkan cinta tanpa syarat
dan tanpa batas, sebab cinta yang bersyarat dan berbatas adalah bukan cinta.
Jadi orang sering merasa cinta kepada suami/isterinya tanpa syarat dan tanpa batas.
Rasa cinta tersebut dapat diteliti demikian. Jika orang membelikan baju
isteri/suaminya, tetapi isteri/suaminya masih cemberut, apakah orang masih
terus mencintai isteri/suaminya? Tentu saja tidak, tetapi menjadi marah.
Jadi orang membelikan baju isteri/suaminya itu
mengharapkan senyum. Jadi baju ditukar dengan senyum, demikian itu sama dengan
jual beli. Jadi orang tidak mencintai isteri/suaminya, tetapi jual beli.
Demikianlah orang dapat meneliti rasanya sendiri. Bila
penelitian dilanjutkan, orang akan melihat rasanya sendiri pada waktu mencari
pasangan, rasanya demikian: "Jika dia menjadi suami/isteriku, aku senang
sekali."
Dalam ungkapan tersebut menunjukkan bahwa orang
hanyalah memikirkan diri sendiri tanpa memikirkan calon pasangannya. Jadi orang
menghargai suami/isterinya hanyalah sebagai kesenangan belaka, seperti
kesenangan yang lain, misalnya burung perkutut, gamelan, kucing dan sebagainya.
Rasa menghargai seperti itu adalah sewenang-wenang. Jadi orang itu berbuat
sewenang-wenang kepada suami/isterinya.
Bila orang mengerti kesewenangannya kepada
suami/isterinya, maka catatan keluarga yang merupakan unsur Kramadangsa bagian
suami/isteri menjadi benar. Bila rasa sewenang-wenang muncul dalam perasaan
dalam hubungannya dengan suami/isterinya diketahui, tidak akan lahir menjadi
perbuatan sewenang-wenang.
Demikian pula orang sering merasa sayang kepada
anaknya. Bila diteliti akan diketemukan bahwa diri sendiri menghargai anaknya
hanyalah untuk kehormatan. Jika anak itu membuat bangga orang tuanya, akan
disayangi, tetapi bila memalukan akan dibenci.
Rasa yang sering disebut sayang kepada anak itu adalah
rasa hidup untuk kelangsungan jenis, yang wujudnya memelihara anaknya pada
waktu kecil. Rasa hidup tersebut bukanlah kasih. Oleh karena itu setelah anak
itu menjadi besar akan berselisih dengan orang tuanya.
Oleh karena orang menghargai anaknya hanyalah untuk
kehormatan, maka orang itu berbuat sewenang-wenang kepada anaknya. Bila orang
mengerti kesewenangannya kepada anaknya maka catatan keluarga yang merupakan
unsur Kramadangsa bagian anak menjadi benar. Bila rasa sewenang-wenang muncul
dalam perasaan dalam hubungannya dengan anak diketahui, tidak akan lahir
menjadi perbuatan sewenang-wenang.
Catatan gerombolan atau golongan, yang menjadi unsur
Kramadangsa dapat benar dan dapat pula salah. Bila catatan tersebut benar
rasanya enak, bila salah tidak enak. Jika Kramadangsa mati, orang akan
mengetahui unsur tersebut.
Golongan tersebut dapat merupakan golongan filsafat,
ilmu jiwa, partai politik, kebatinan dan sebagainya. Unsur golongan menyebabkan
orang menjadi benci bila golongannya diganggu dan senang bila dibantu. Bila
orang tidak mengerti rasanya sendiri dalam hubungannya dengan anggota-anggota
golongan tersebut, catatan golongan akan salah.
Catatan golongan salah menyebabkan perselisihan dalam
golongan tersebut. Perselisihan tersebut sering berwujud perebutan harta benda,
kehormatan dan kekuasaan. Jadi heboh dalam golongan disebabkan oleh karena
tidak mengerti rasanya sendiri.
Jadi ketenteraman golongan itu hanyalah tergantung
kepada pengertian diri sendiri. Bila orang mengerti bagaimana orang menghargai
anggota golongan lain, catatan golongan akan benar.
Dalam golongan, orang mempergunakan kawan
segolongannya untuk kepentingan sendiri yang seolah-olah untuk kepentingan
golongannya. Kepentingan sendiri tersebut berwujud mencari harta benda,
kehormatan dan kekuasaan. Kepentingan sendiri itulah yang menyebabkan
perselisihan.
Jika kepentingan sendiri diteliti, akan terlihat bahwa
kepentingan-kepentingan sendiri itu banyak sekali yang bertentangan dengan
kepentingan kawan-kawan yang lain. Pertentangan kepentingan-kepentingan
tersebut menyebabkan kesulitan. Bila kesulitan tersebut tidak dipecahkan,
tentulah dikemudian hari akan terjadi perselisihan.
Bila kesulitan tersebut dapat diselesaikan, maka
catatan menjadi benar, orang akan mengetahui bila rasa mencari keuntungan dari
golongannya tersebut muncul dalam perasaan. Bila ketahuan, tidak akan lahir
menjadi perbuatan. Mengetahui hal tersebut rasanya tenteram.
Catatan bangsa yang menjadi unsur Kramadangsa dapat
benar dan dapat pula salah. Bila benar rasanya enak dan bila salah rasanya
tidak enak. Bila Kramadangsa mati, orang akan melihat unsur bangsa tersebut.
Bangsa adalah kumpulan orang-orang dalam satu negara.
Unsur bangsa itu menyebabkan orang marah bila diganggu dan tertawa bila
bangsanya dibantu. Bila orang tidak mengerti rasanya sendiri dalam hubungannya
dengan orang lain dalam satu bangsa, maka catatan bangsa akan salah. Catatan
bangsa salah menyebabkan pertikaian dalam bangsa itu. Pertikaian tersebut
sering berwujud pertikaian filsafat, ilmu jiwa, dan aliran. Apabila pertikaian
itu berkembang, maka akan menjadi perang saudara.
Bila rasanya sendiri diteliti, orang dapat melihat
bahwa di belakang filsafat, ilmu jisva atau aliran tersebut mengandung rasa
perebutan harta benda, kehormatan dan kekuasaan. Bila rasa tersebut ketahuan
orang akan mengerti bahwa pertikaian filsafat, ilmu jiwa dan aliran tersebut
hanyalah merupakan sandiwara diri sendiri yang akan mengejar harta benda,
kehormatan dan kekuasaan. lnilah yang menyebabkan huru-hara dalam bangsa.
Bila rasa diri sendiri tersebut diketahui, catatan
bangsa yang menjadi unsur Kramadangsa menjadi benar. Bila rasa tersebut muncul
dalam perasaan, orang akan mengetahui, sehingga tidak lahir menjadi perbuatan.
Catatan ilmu kebatinan yang menjadi unsur Kramadangsa
dapat benar dan dapat pula salah. Bila catatan itu benar rasanya enak dan bila
salah tidak enak. Jika Kramadangsa mati, orang akan dapat melihat unsur ilmu
kebatinan tersebut.
Unsur ilmu kebatinan itu menyebabkan orang menjadi
benci bila ilmu kebatinannya disalahkan dan senang bila dibenarkan. Bila orang
tidak mengerti rasanya sendiri dalam hubungannya dengan catatan ilmu kebatinan
tersebut, catatan ilmu kebatinan tersebut salah. Catatan ilmu kebatinan salah
menyebabkan perselisihan.
Rasanya sendiri yang berhubungan dengan ilmu
kebatinannya sendiri itu adalah rasa senangnya sendiri. Orang senang sebab
mendapat keuntungan dari ilmu kebatinan tersebut. Keuntungan tersebut berupa
harta benda, kehormatan dan kekuasaan.
Bila orang tidak melihat senangnya sendiri, orang
tidak akan dapat meneliti benar atau salahnya ilmu kebatinan tersebut. Bila
mengetahui rasa senangnya sendiri, orang akan melihat benar atau salahnya ilmu
kebatinannya sendiri. Jadi catatan ilmu kebatinan menjadi benar.
Bila catatan ilmu kebatinan yang menjadi unsur
Kramadangsa sudah benar, bila ilmu kebatinannya disalahkan atau
dijelek-jelekkan orang lain, orang akan mengerti bahwa yang dijelek-jelekkan
itu orangnya, bukan ilmu kebatinannya. Dan orang lalu mengerti bahwa orang lain
yang menjelek-jelekkan tersebut benci kepada orangnya tetapi tidak kepada ilmu
kebatinannya. Orang benci kepada orang lain tentulah mencari sebab untuk
menjelek-jelekkan.
Orang akan mengerti kepada diri sendiri, bila diri
sendiri membenci kepada orang lain tentulah juga mencari sebab untuk
menjelek-jelekkan. Jadi diri sendiri itu rasanya sama dengan orang lain.
Mengetahui demikian rasanya damai dan tenteram.
Kepandaian-kepandaian dan ilmu pengetahuan adalah
merupakan unsur Kramadangsa. Ilmu pengetahuan itu ada pada orang berupa
kepandaian. Oleh karena itu di sini hanya akan diterangkan tentang kepandaian
saja.
Catatan kepandaian yang menjadi unsur Kramadangsa
dapat benar dan dapat pula salah. Bila catatan itu benar rasanya enak dan bila
salah rasanya tidak enak. Bila Kramadangsa mati orang akan melihat unsur
kepandaian tersebut.
Unsur Kramadangsa kepandaian itu menyebabkan orang
menjadi benci bila dijelekkan dan senang bila dipuji. Bila orang tidak mengerti
rasanya sendiri yang berhubungan dengan kepandaiannya sendiri, catatan
kepandaian tersebut salah. Catatan kepandaian salah menyebabkan orang
membangga-banggakan kepandaian dan bersaing-saingan kepandaian, sehingga terjadi
pertikaian.
Rasa sendiri yang berhubungan dengan kepandaian
sendiri itu rasanya bangga. Bila mengetahui rasa bangganya sendiri orang akan
dapat mengetahui rasa bangga orang lain dalam hal kepandaian. Orang dapat
membuat kapal terbang rasanya bangga, anak dapat bermain gundu bangga pula
rasanya.
Malahan rasa bangga dalam kepandaian itu tidak
terbatas pada orang tetapi juga pada hewan. Gangsir ngentir (berbunyi) rasanya
bangga dan burung dapat terbang di angkasa pun rasanya bangga. Jadi rasa bangga
diri sendiri sama dengan rasa bangga orang lain dan sama pula dengan rasa
bangga hewan dalam hal kepandaian.
Bila orang mengerti dengan rasa sama tersebut, catatan
kepandaian yang menjadi unsur Kramadangsa menjadi benar. Catatan benar rasanya
cnak. Bila rasa bangga sendiri muncul dalam perasaan, diri sendiri akan mencari
bahwa rasa bangga tersebut sama dengan rasa orang yang menciptakan lagu atau
sama dengan rasa seorang panglima perang yang dapat menciptakan siasat perang,
sama pula dengan rasanya seekor gangsir yang sedang berbunyi.
Demikianlah unsur-unsur Kramadangsa yang dapat
menggerakkan Kramadangsa. Bila unsur-unsur Kramadangsa sudah diketahui, orang
tidak akan lupa dengan sikapnya sendiri menghadapi perbuatannya. Demikian cara
mempelajari ilmu jiwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar